PPN TRANSAKSI LINTAS BATAS MENURUT UU PPN

PPN TRANSAKSI LINTAS BATAS MENURUT UU PPN
diadopsi dari :
Winarto Suhendro
(Staf Pengadilan Pajak)

PENDAHULUAN
Sebagaimana diketahui terdapat 2 (dua) prinsip dasar pemungutan PPN atas transaksi lintas batas (cross border transactions) yaitu :
1. Prinsip Tempat Tujuan (Destination Principles)
PPN dipungut ditempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi, dalam hal ini tidak memandang asal barang atau jasa tersebut. Dalam hal ini atas ekspor dibebaskan dari PPN, sedangkan atas impor dikenai PPN. Pada umumnya barang yang diekspor dikenai PPN dengan tarif 0% (nol persen) sehingga bebas dari beban PPN, sedangkan atas jasa tidak ada keseragaman.
2. Prinsip Tempat Asal (Origin Principles)
PPN dipungut di tempat asal barang atau jasa tanpa memperhatikan apakah akan dijual di dalam negeri atau diekspor. Dalam hal ini atas ekspor akan dikenai PPN sedangkan atas impor tidak dikenai PPN, karena adanya perbedaan tempat asal.
Prinsip Tempat Tujuan telah diterapkan dibanyak negara di dunia dan menjadi dasar pemajakan transaksi lintas batas yang direkomendasikan oleh OECD. Adalah tidak lazim, merancang peraturan perundang-undangan PPN menggunakan 2 (dua) prinsip yaitu Tempat Tujuan dan Tempat Asal secara bersama. Pilihan yang konsisten tentunya akan menghindari permasalahan perpajakan yang mungkin timbul.

DASAR PEMUNGUTAN PPN TRANSAKSI LINTAS BATAS MENURUT UU PPN
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN) mengatur hal-hal sebagai berikut:
1. Prinsip Dasar
a. Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
“Dengan mengingat pada sistemnya undang-undang ini dapat disebut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah untuk memperlihatkan bahwa dua macam pajak yang diatur disini merupakan satu kesatuan sebagai pajak atas konsumsi di dalam negeri”.
“Selanjutnya atas ekspor barang dikenakan pajak dengan pajak dengan tarif 0% (nol persen) atau dengan kata lain, dibebaskan dari pajak, bahkan Pajak Pertambahan Nilai yang telah termasuk dalam harga barang yang diekspor dapat dikembalikan”.
“Sebaliknya atas impor barang dikenakan pajak yang sama dengan produksi dalam negeri”.
b. Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994
2
“Sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, ketentuan-ketentuan perpajakan yang merupakan landasan pemungutan ditetapkan dengan Undang-Undang. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang berlaku sejak tahun 1984, sebagai pengganti Undang-Undang Pajak Penjualan Tahun 1951, merupakan landasan hukum dalam pengenaan pajak atas konsumsi di dalam negeri”.
c. Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
“Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat disetiap jalur produksi dan distribusi”.
Dari Penjelasan Umum diatas jelas diketahui bahwa prinsip dasar pemungutan PPN yang dianut UU PPN adalah prinsip Tempat Tujuan, karena PPN dipungut di tempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi.
2. Objek Pajak
- Sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf b, d, e, f, g, dan h UU PPN, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
Ayat (1) huruf :
(b) impor Barang Kena Pajak
(d) pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
(e) pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
(f) ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
(g) ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak, dan
(h) ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
- Sesuai Pasal 4 ayat (2) UU PPN bahwa Ketentuan mengenai batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Kebijakan pengenaan PPN atas ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan ekspor Jasa Kena Pajak, seharusnya dijelaskan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, sebagai landasan filosofi berlakunya kebijakan dimaksud. Demikian pula dengan kebijakan pengenaan PPN atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, dan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, seharusnya dijelaskan juga dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994.
3. Tarif Pajak
Sesuai Pasal 7 ayat (2) UU PPN beserta penjelasannya adalah sebagai berikut:
 Ayat (2)
Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas (UU Nomor 42 Tahun 2009):
a. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
b. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan
c. ekspor Jasa Kena Pajak
Penjelasan ayat (2):
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu,
a. Barang Kena Pajak Berwujud yang diekspor;
b. Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari dalam Daerah Pabean yang dimanfaatkan di luar Daerah Pabean; atau
c. Jasa Kena Pajak yang diekspor termasuk Jasa Kena Pajak yang diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan dan melakukan ekspor Barang Kena Pajak atas dasar pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan di luar Daerah Pabean,
dikenai Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0% (nol persen).
Pengenaan tarif 0% (nol persen) tidak berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, Pajak Masukan yang telah dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan kegiatan tersebut dapat dikreditkan.
Dengan diterapkannya tarif 0% atas ekspor Barang Kena Pajak Berwujud dan Tidak Berwujud, dan Jasa Kena Pajak, serta pengenaan PPN atas impor Barang Kena Pajak, pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, maka dapat disimpulkan bahwa prinsip pemungutan PPN menurut UU PPN menganut prinsip Tempat Tujuan.

PERATURAN PELAKSANAN PEMUNGUTAN PPN JASA ATAS TRANSAKSI LINTAS BATAS
1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Penghitungan, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean mengatur antara lain:
Pasal 2:
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
Pasal 3: ayat (1) Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah dihitung dengan cara sebagai berikut:
a. 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak, jika dalam jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai; atau
b. 10/100 (sepuluh per seratus sepuluh) dikalikan dengan jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak, jika dalam jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
Dengan dikenakannya PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean maka dapat disimpulkan bahwa prinsip pemungutan PPN dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.03/2010 adalah prinsip Tempat Tujuan.
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2010 tentang Batasan Kegiatan dan Jenis Jasa Kena Pajak yang Atas Ekspornya Dikenai Pajak Pertambahan Nilai, mengatur antara lain bahwa jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0% (nol persen) sebagaimana diatur dalam Pasal 4 adalah:
- Jasa Maklon yang batasan kegiatannya memenuhi ketentuan sebagaimana Pasal 3 huruf a;
- Jasa Perbaikan dan perawatan yang batasan kegiatannya memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b angka 1;
- Jasa konstruksi, yaitu layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi yang batasan kegiatannya menenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b angka 2.
Dari ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0% (nol persen) terbatas pada 3 (tiga) jenis Jasa Kena Pajak. Bagaimana perlakuan terhadap “ekspor” jenis Jasa Kena Pajak lainnya, seperti jasa perdagangan, apakah dikenai PPN dengan tarif 10% atau tidak dikenai PPN?.
Pengenaan PPN dengan tarif sebesar 0% berarti Jasa Kena Pajak yang diekspor “dibebaskan” dari pajak karena akan dikonsumsi / dimanfaatkan di luar Daerah Pabean, maka dapat disimpulkan bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2010 menganut prinsip Tempat Tujuan.
3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-145/PJ/2010 tentang Perlakuan Pajak
Pertambahan Nilai atas Jasa Perdagangan, mengatur antara lain:
1. Pada prinsipnya penyerahan jasa perdagangan yang dilakukan di dalam Daerah Pabean dikenai Pajak Pertambahan Nilai dalam hal Pengusaha jasa perdagangan berada di dalam Daerah Pabean, sedangkan penjual atau pembeli barang selaku penerima jasa perdagangan berada di luar Daerah Pabean atau berada di dalam Daerah Pabean.
2. Pemanfaatan Jasa Perdagangan dari luar Daerah Pabean dikenai PPN sepanjang penerima jasa perdagangan baik pembeli atau penjual berada di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatan jasa perdagangan tersebut dilakukan di dalam Daerah Pabean.
3. Jasa perdagangan tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai dalam hal penyerahan jasa perdagangan dilakukan di luar Daerah Pabean yaitu pengusaha jasa perdagangan dan penjual atau pembeli barang selaku penerima jasa perdagangan berada di luar Daerah Pabean.
Dari penegasan tersebut di atas diketahui bahwa Direktur Jenderal Pajak telah menerapkan dua prinsip dasar pemungutan PPN transaksi lintas batas yaitu prinsip Tempat Tujuan dan prinsip Tempat Asal.
Terhadap jasa perdagangan yang diserahkan oleh pengusaha jasa perdagangan yang berada di dalam Daerah Pabean kepada penerima jasa perdagangan baik yang berada di dalam atau di luar Daerah Pabean diterapkan prinsip Tempat Asal. Sedangkan atas jasa perdagangan yang berasal dari luar Daerah Pabean dan dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean diterapkan prinsip Tempat Tujuan.
Penerapan prinsip Tempat Asal atas jasa perdagangan yang diserahkan oleh pengusaha jasa perdagangan yang berada di dalam Daerah Pabean tidak sesuai dengan prinsip dasar pemungutan PPN sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum UU PPN.
Mengacu pada prinsip pengenaan pajak atas konsumsi jasa di dalam Daerah Pabean maka seharusnya jasa perdagangan yang diserahkan oleh pengusaha jasa perdagangan yang berada di dalam Daerah Pabean, sepanjang penerima jasa perdagangan baik itu pembeli atau penjual barang sebagai pihak yang memanfaatkan berada di luar Daerah Pabean, tidak dikenai PPN.
4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-3/PJ/2011 tanggal 10 Januari 2011 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Royalti dan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemasukan Film Impor, mengatur antara lain:
a. Pemasukan film impor pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, berupa hasil karya sinematografi yang merupakan hak kekayaan intelektual yang disimpan dalam media baik berupa roll film ataupun media penyimpanan yang lain, dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
b. Adapun atas pembayaran royalti film impor sebagai hasil peredaran film di dalam Daerah Pabean terutang Pajak Pertambahan Nilai dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar.
Dari penegasan tersebut diatas diketahui bahwa Direktur Jenderal Pajak telah menerapkan prinsip Tempat Tujuan.

KESIMPULAN
1. Pemungutan PPN menurut UU PPN menggunakan prinsip Tempat Tujuan.
2. Pemungutan PPN atas ekspor Jasa Kena Pajak tertentu yaitu jasa maklon, jasa perbaikan dan perawatan, dan jasa konstruksi sesuai prinsip Tempat Tujuan.
3. Atas jasa perdagangan yang diserahkan oleh pengusaha jasa perdagangan yang berada di dalam Daerah Pabean menggunakan prinsip Tempat Asal, tidak sesuai dengan prinsip dasar pemungutan PPN yang dianut UU PPN.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TABEL TARIF PPh Pasal 22

TALK SHOW ENTERPRENEURSHIP